Rabu, 14 Maret 2012

DIRECT SINEMA

DIRECT SINEMA
Film Dokumenter: Warisan Direct Cinema dan Perkembangannya Hingga Kini
________________________________________
Ditulis oleh Himawan Pratista - Ditayangkan pada 24 Maret 2010
Dalam perkembangannya, Direct Cinema terbukti sebagai kekuatan yang berpengaruh sepanjang sejarah film dokumenter. Berbagai pengembangan serta inovasi teknik serta tema bermunculan dengan motif yang makin bervariasi. Salah satu bentuk variasi dari Direct Cinema yang paling populer adalah “rockumentaries” (dokumentasi musik rock). Rockumentaries memiliki bentuk serta jenis yang beragam. Let it Be (1970) memperlihatkan grup musik legendaris The Beatles yang tengah mempersiapkan album mereka. Woodstock: Three Days of Peace & Music (1970) garapan Michael Wadleigh merupakan dokumentasi dari festival musik tiga hari di sebuah lahan pertanian yang menampilkan beberapa musisi rock papan atas. Woodstock sering dianggap sebagai film dokumenter musik terbaik sepanjang masa dan menjadi dasar berpijak bagi film-film dokumentasi sejenis berikutnya. Pada dekade mendatang, This is Spinal Tap (1984) merupakan sebuah parodi rockumentary yang terbukti paling sukses komersil pada masanya.
Tradisi Direct Cinema juga tampak pada film-film kontroversial karya Fredrick Wiseman. Film-filmnya banyak bersinggungan dengan kontrol sosial, berkait erat dengan birokrasi dan bagaimana masyarakat dibuat frustasi olehnya. Dalam film debutnya, High School (1968) memperlihatkan bagaimana para siswa berontak melawan birokrasi di sekolah mereka. Maysles Bersaudara memproduksi film “Direct Cinema” Amerika berpengaruh, Salesman (1966) yang menggambarkan seorang salesman yang gagal. Sejak era 70-an, format film dokumenter mulai berubah melalui kombinasi pendekatan Direct Cinema, kompilasi footage, narasi, serta iringan musik. Salah satu sineas yang mempelopori format kombinasi ini adalah Emile De Antonio melalui film anti perangnya, Vietnam: In the Year’s of the Pig (1969). Dalam perkembangannya format ini mendominasi gaya film dokumenter selama beberapa dekade ke depan. Munculnya format digital juga semakin memudahkan siapa pun untuk memproduksi film dokumenter. Kritik sosial dan politik, lingkungan hidup, serta keberpihakan kaum minoritas masih menjadi menu utama tema film dokumenter beberapa dekade ke depan.
Beberapa sineas dokumenter berpengaruh muncul selama periode 70-an hingga kini. Erol Morris memproduksi film-film dokumenter unik dengan tema dan subyek yang tak lazim, seperti Gates of Heaven (1978), The Thin Blue Line (1988), serta Mr. Death (2000). Barbara Kopple dikenal melalui filmnya bertema demonstasi buruh, yakni, Harlan County, USA (1976) dan American Dream (1990).
Michael Moore gemar melakukan kritik sosial dan politik melalui film-filmnya Roger and Me (1989), Bowling for Columbine (2001), Fahrenheit 9/11 (2004) serta Sicko. Kevin Rafferty dikenal melalui film-filmnya seperti The Atomic Café (1982) dan The Last Cigarettes (1999). Pendekatan eksotis Flaherty juga masih tampak dalam film peraih Oscar, March of the Penguins (2005) yang tercatat sebagai film dokumenter terlaris sepanjang masa. Selama sejarah perkembangannya, film dokumenter terbukti dapat lebih manipulatif ketimbang film-film fiksi komersil. Film dokumenter melalui penyajian dan subyektifitasnya seringkali cenderung menggiring kita untuk memihak. Masalah etika dan moral selalu dipertanyakan. Sineas dokumenter seyogyanya tidak hanya mampu menyajikan fakta namun juga kebenaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar